Pada suatu malam yang gelap di Ambon, 17 Februari 1674… Langit mendung. Ombak tenang. Warga desa Hila dan Lima tengah merayakan Tahun Baru Imlek. Tak satu pun dari mereka tahu bahwa dalam beberapa menit, hidup mereka akan berubah selamanya.
APA YANG TERJADI?
Sekitar pukul 19:30 malam, tanah berguncang hebat. Gempa bumi mengguncang Pulau Ambon dan Seram. Bangunan runtuh. Tanah terbelah. Teriakan menggema di antara dentuman batu dan kayu yang tumbang. Namun… itu baru awal. Tak lama setelah gempa, air laut mulai surut secara aneh. Binatang-binatang lari ke dataran tinggi. Dan… hanya beberapa menit kemudian…
…Tsunami setinggi 80 hingga 100 meter menghantam garis pantai utara Ambon. Desa demi desa disapu habis. Pohon kelapa tercerabut. Manusia, rumah, ternak — hilang dalam satu gelombang maha dahsyat.
Diperkirakan lebih dari 2.300 orang tewas malam itu. Di desa Hila saja, 1.400 orang meninggal dunia. Beberapa selamat, tetapi kehilangan keluarga, rumah, dan harapan. Tragedi ini hampir hilang dari sejarah, jika bukan karena satu orang: Georg Everhard Rumphius. Ilmuwan Jerman ini tinggal di Ambon. Dalam keadaan buta dan berduka karena kehilangan istri dan anak, ia tetap menulis — dengan bantuan asisten — salah satu catatan tsunami tertua di Nusantara.
APA PENYEBABNYA?
Menariknya, gempa saat itu hanya diperkirakan sekitar magnitudo 6,8. Bukan yang terbesar di sejarah. Tapi, ada faktor lain yang mematikan. Di bawah laut, longsoran besar terjadi — dikenal sebagai submarine landslide. Massa tanah raksasa jatuh dari dasar laut, menciptakan gelombang setinggi gedung 30 lantai. Itulah yang memicu tsunami raksasa yang menghancurkan Ambon malam itu.
MENGAPA TERLUPAKAN?
Peristiwa ini terjadi ratusan tahun lalu, sebelum ada sistem peringatan dini, sebelum Indonesia merdeka. Tidak ada media, tidak ada dokumenter. Dan karena korbannya adalah warga desa biasa, sejarah nasional nyaris tak mencatatnya. Tapi bencana ini nyata. Jejaknya masih tertulis dalam manuskrip tua, di nisan tak bernama, dan di cerita rakyat Maluku yang hanya dibisikkan dari mulut ke mulut.
Kita sering mengingat peperangan, kemerdekaan, dan pahlawan… Tapi tragedi seperti ini — Yang menewaskan ribuan tanpa peluru dan tanpa perang — Juga layak dikenang. Sekian dari podcast ini, dan ini adalah Tragedi Tersembunyi Indonesia: Tsunami Ambon 1674. Sampai jumpa di episode berikutnya.