Kisah Presiden yang Terlupakan di Indonesia - PODCAST
Published by
Aminudin Aszad
Selamat datang di podcast Suara Sejarah Indonesia, tempat di mana kisah-kisah tersembunyi dari masa lalu Indonesia kembali diangkat ke permukaan. Hari ini, kita akan berbicara tentang para presiden... tentunya yang tidak dianggap.
Tokoh-tokoh penting yang pernah memimpin Republik, tapi tak pernah masuk daftar resmi di buku pelajaran sekolah. Siapa mereka? Dan... kenapa mereka dilupakan?
Kita mulai dari 1948. Saat itu, Indonesia berada di tengah krisis. Belanda kembali menyerang. Soekarno, Hatta, Sjahrir—semua pemimpin tertinggi Indonesia ditangkap dan diasingkan.
Republik terlihat lumpuh. Tapi di Bukittinggi, Sumatera Barat, seorang menteri muda, Syafruddin Prawiranegara, mengambil keputusan paling berani dalam hidupnya: membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia—PDRI.
Dengan radio sederhana, tanpa tentara lengkap, Syafruddin menggerakkan roda pemerintahan dari hutan dan perbukitan. Ia menjalin komunikasi dengan dunia luar, menjaga agar Republik tetap hidup di mata internasional.
Selama hampir 7 bulan, ia secara de facto adalah Presiden RI. Tapi... namanya tak pernah ditulis sebagai Presiden dalam sejarah resmi. Kenapa?
Karena dia dianggap hanya 'sementara'. Tapi tanpa dia, mungkin Republik ini tidak akan diakui dunia.
Presiden Assaat dan Republik Tanpa Soekarno
Tahun 1949. Setelah Konferensi Meja Bundar, bentuk negara Indonesia berubah: dari Republik menjadi Republik Indonesia Serikat — RIS.
Soekarno menjadi Presiden RIS, tapi Republik Indonesia masih ada sebagai salah satu bagian negara federasi. Yang jadi presiden Republik saat itu bukan Soekarno. Tapi... Assaat.
Assaat adalah tokoh Minangkabau yang cerdas dan nasionalis. Ia memimpin Republik dalam masa paling membingungkan: negara ganda, kedaulatan terbagi.
Namun ketika RIS dibubarkan tahun 1950 dan NKRI dipulihkan, perannya seolah... hilang begitu saja. Tidak pernah ada pelantikan, tidak ada penutupan masa jabatan. Seperti bayangan sejarah.
Kenapa Mereka Tidak Dianggap?
Lalu, kenapa tokoh-tokoh seperti Syafruddin dan Assaat tidak disebut dalam daftar Presiden Indonesia secara resmi?
Jawabannya terletak pada politik, simbolisme, dan cara sejarah ditulis. Pemerintahan mereka dianggap sementara, bukan konstitusional penuh. Tapi bukankah mereka memimpin ketika Republik butuh mereka?
Kadang sejarah bukan tentang siapa yang memegang jabatan… tapi siapa yang dikenang.
Mungkin inilah saatnya kita mengingat kembali mereka yang pernah berdiri di garis depan, meski namanya tak masuk dalam buku sejarah di sekolah.
Terima kasih telah datang di podcast kali ini, sampai jumpa di episode berikutnya. Salam hormat untuk para pahlawan yang pernah memimpin… meski tidak dianggap.