aksara batal

Selamat datang kembali di podcast ini. Kali ini akan mengisahkan cerita mengenai aksara batak. Di desa kecil yang terletak di lereng bukit dekat Danau Toba, tinggallah seorang remaja bernama Togar. Ia hidup bersama neneknya, Opung Boru, seorang penenun ulos tua yang selalu menyelipkan cerita-cerita kuno dalam tenunannya. Namun Togar bukan anak yang percaya pada cerita masa lalu.

Baginya, yang penting adalah dunia digital, bukan dongeng dan aksara tua yang tak dipakai lagi.

Suatu hari, saat sedang membersihkan gudang tua di belakang rumah, Togar menemukan sebuah bambu besar yang diukir dengan tulisan aneh. Tulisan itu bukan Latin, bukan juga huruf Arab atau Mandarin yang pernah ia lihat—melainkan ukiran bergelombang dan tajam yang tampak seperti simbol kuno. Ia membawa bambu itu ke Opung.

Dengan mata berkaca-kaca, Opung Boru berkata, “Itu pustaha bambu. Tulisan Batak, peninggalan dari leluhur kita. Itu bukan sekadar tulisan, Togar… itu adalah suara masa lalu.”

Awalnya Togar hanya menanggapi dengan tawa kecil, tapi malam itu, ia bermimpi. Dalam mimpi itu, seorang pria berpakaian adat lengkap, dengan tongkat dan mahkota, muncul dari tengah kabut. “Namaku Guru Tatea Bulan, aku datu pertama yang menulis aksara ini. Pustaha yang kau temukan menyimpan pesan penting. Jika kau tidak membacanya, pengetahuan leluhur akan hilang… selamanya.”

Terbangun dengan napas tersengal, Togar mulai penasaran. Ia membuka internet dan mencari tahu tentang Aksara Batak. Ia belajar bahwa ada tujuh varian aksara dari berbagai sub-suku Batak: Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Mandailing, Angkola, dan Dairi. Ia mulai menyalin bentuk-bentuk aksara, mencoba membaca bambu itu sedikit demi sedikit.

Semakin ia pelajari, semakin dalam rasa ingin tahunya. Di akhir tulisan di bambu itu, terdapat satu kalimat yang bisa ia pahami:
“Jaga kata, maka jiwamu akan dijaga.”
Togar mulai membuat proyek kecil: ia menulis kembali aksara Batak di kertas, lalu di kain ulos milik Opung, lalu ia buat video pendek yang diunggah ke media sosial. Tak disangka, video itu viral.

Banyak anak muda Batak yang ikut belajar. Ia bahkan diundang ke sekolah-sekolah untuk memperkenalkan aksara leluhur.
Dari anak yang cuek terhadap warisan budaya, Togar kini menjadi penggerak pelestari aksara Batak.

Dan di pojok rumah mereka, bambu tua itu berdiri dalam bingkai kaca—sebagai pengingat bahwa dalam goresan-goresan kecil itu, tersimpan identitas, sejarah, dan jiwa orang Batak.

Might like this